Dia
mencintai perempuan yang jelas-jelas tidak mencintainya.
Dia
tidak peduli, baginya ketulusan adalah tabah dalam mendamba diantara luka.
Cinta
sepihak tak membutuhkan balasan, ia hanya butuh ruang untuk berekspresi.
Lewat
karya dia berbicara; merupa, menulis, bercerita pada dunia tentang perempuan
yang dia damba sejak kelas satu SMA.
Sejak itu pula
hidupnya kacau akan khayalan hidup bersama,
Yang dia sedari tau
dari awal angan terkadang tetap menjadi angan.
Ia tak pernah menjadi
nyata,
Usaha sekeras apapun
akan tetap sia-sia bila memang tak ada cinta.
Dia
selalu bermimpi tetapi ia tak pernah tidur,
Sebab
malam adalah mendung paling baik untuk menerjemahkan rintik-rintik.
Hujan
menjadi gulma di kelopak mata. Sulit dibasmi dan semakin liar.
Hidupnya
hanya menangkap udara, tetapi dia tak pernah bernafas.
Cinta
yang menghidupinya lenyap tanpa pertikaian.
Itulah
sebabnya dia tak pernah sedikitpun membiarkan bunyi membisu,
Sebab
tenang adalah pembunuhan.
Jasadnya kini
melayang-layang,
Untuk menyampaikan
pesan terakhir tanpa tereja oleh bibir.
Pipinya saling
menampar satu sama lain.
Mencabuti waktu yang
dikhayalkan.
Menengahi pematang
malam tanpa terpejam.
Dia
sadar untuk terus tidak sadar.
Dia
menikmati cemburu atas dambaannya yang semakin erat menjalin rindu.
Iya,
cintanya musnah dilain hati tetapi dia tetap tak peduli.
Dia
kalah tetapi tetap tak mau mengalah.
Padahal
janji suci sudah sangat membentuk pagaruntuk membatasi perasaan,
Tetapi
dihatinya segala jeruji adalah lawan.
Cinta
tak mengenal batas, katanya, dan jalanan semakin basah oleh air mata.
Dia melupakan
keikhlasan.
Perihal orang-orang
yang mencintai kesedihan.
Dalam kesunyian, dia
menghapus sisa bahagianya didepan cermin.
Dalam kegelapan, dia
menjadikan tubuhnya lilin.
Terang, menyala, kemudian mencair
dalam putus asa.
0 Response to "KARYA WIRA NAGARA DIFRAKSI KAPSIASIN"
Post a Comment